Enak Diklik dan Perlu

Tuesday, April 14, 2009

Siapa Berani Seperti Arupalaka?

By Line : Dedy Kurniawan

Panorama alam Kota Baubau di Sulawesi Tenggara sungguh mempesona. Keindahannya itu dapat dinikmati dari kompleks Benteng Keraton Wolio yang terletak di lereng bukit berbatu. Dari ketinggian tersebut hampir separuh wilayah fisik kota dan pelabuhan laut bisa terjangkau pandangan mata. Hamparan perairan Teluk Baubau merupakan salah satu pesona nan menawan. Keindahan teluk ini nyaris sempurna dengan keberadaan Pulau Makassar di tengahnya. Pulau seluas 1,04 kilometer persegi itu merupakan tempat pengasingan para prajurit Makassar yang ditawan pasukan Belanda pimpinan Admiral Speelman ketika membebaskan Kesultanan Buton dari penaklukan Kerajaan Gowa.

Ketika itu, penyerangan Buton yang dipimpin langsung Raja Gowa, Sultan Hasanuddin, dilakukan pada Maret-Mei 1655 karena dipicu tindakan Sultan Buton yang melindungi Arupalaka, Raja Bone yang kabur ke Buton. Kecuali Pulau Makassar, sebagian pantai daratan Buton dan Pulau Muna yang berbatu-batu juga menyuguhkan pemandangan yang mempesona. Agak jauh melintasi laut biru, dari benteng keraton Wolio samar-samar tersaput kabut tampak Pulau Kabaena dengan gunungnya yang menjulang tinggi.

Di dalam areal kompleks benteng keraton Wolio, kita juga dapat menemukan jejak Arupalaka. Berupa sebuah goa kecil (ceruk) yang terletak di dinding tebing sebelah timur benteng keraton. Goa ini menyimpan cerita bahwa Arupalaka pernah bersembunyi di dalamnya tatkala 20 ribu armada Kerajaan Gowa mengepung kawasan perairan di wilayah Kesultanan Buton.

Bagi tentara Makassar (Gowa), tidak mudah menemukan goa tersebut. Lokasinya secara alami memang sangat taktis dan penuh kamuflase. Goa Arupalaka seolah menggantung di dinding tebing dan menjadi batas alam benteng Keraton Buton. Bila berdiri di tepi batas alam itu, gua berada di bawah telapak kaki kita.

Dalam keadaan normal, gua kecil itu amat sulit dimasuki dari atas tepi jurang tadi. Untuk itu, pemerintah Kota Baubau membangun jalan setapak di sisi luar benteng menuju arah selatan. Jalan sepanjang kurang lebih 600 meter itu berakhir di sebuah sudut dinding tebing yang sangat terjal. Pintu gua terletak dua meter di atas ujung jalan setapak sehingga untuk masuk ke dalam goa tentu saja terlebih dulu kita harus memanjat tebing.

Dari bawah terlihat mulut Gua Arupalaka itu bergaris tengah hanya sekitar empat meter (horizontal) dan tinggi (garis vertikal) sekitar tiga meter. Tidak ada yang istimewa pada ceruk tersebut, kecuali lumut dan rumput yang tumbuh secara alami.

Seperti dikatakan La Ode Hafilu, staf Dinas Pariwisata Baubau, pihaknya tidak akan membangun tangga ke mulut goa. Bagi pengunjung yang berminat melihat ruang dalam goa, dianjurkan untuk memanjat sendiri seperti halnya yang telah dilakukan Arupalaka lebih dari 300 tahun lampau. Hayo... siapa yang berani? (Koran tempo edisi 15 Agustus 2004)

0 comments:

Rank Info







Bisnis Refferal

CO.CC:Free Domain

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Site Info

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP